Langsung ke konten utama

Dua Puluh Satu

Jadi lima hari yang lalu, usiaku genap mencapai dua puluh satu tahun. Yeay!!
Ulang tahun pertama aku tanpa papa. Gapapa, mungkin papa udah doain aku disana. Dan karena tanpa papa juga kehidupanku berubah, Carin harus berubah menjadi sosok yang kuat.
Dua puluh satu tahun, kalo dipikir dan dihitung dua puluh satu tahu emang angka yang banyak dan bisa dibilang tua. Cuma buat aku, dua puluh satu tahun ini bisa dibuat ajang reborn aku sebagai Carin yang lebih dewasa.
Kenapa harus dewasa?
Karena menurutku jadi dewasa itu enak, kalian bakal bisa berpikir ke depannya secara matang. Nggak menye-menye lagi. Jadi dewasa berarti kalian bisa mengambil keputusan dengan bijak. Jadi dewasa juga berarti kalian bisa menghargai dan mencintai diri kalian sendiri.
Selama dua puluh satu tahun hidupku, aku ngerasa belum bisa jadi dewasa. Aku belum bisa jadi diri aku sendiri, karena terkadang beberapa orang masih dengan seenaknya nyetir kehidupan aku. Dua puluh satu tahun ini aku sedang belajar mencintai diri aku, karena beberapa tahun belakang ini aku sama sekali menekan diriku sendiri buat jadi orang lain. Kurang kuruslah, kurang putih, kurang blablabla.
Ini Carin, bukan dia.
Itu yang sedang coba buat aku rubah, menerima diri sendiri tanpa harus menekan pikiran buat bisa kayak yang lain. Karena mencintai atau menyayangi diri sendiri itu perlu, supaya seseorang gabisa ngerendahin kalian seenaknya.
Dua puluh satu tahun, umur yang udah gabisa dibilang remaja menurutku. Kalian harus udah menentukan jalan hidup kalian mau kemana. "Harus teges," kata papa gitu. Kalo kita teges kita bakalan disegani sama orang.
Dua puluh satuku kali ini alhamdulillah didekatkan dengan orang-orang yang sayang sama aku. Dua puluh satuku menjadi momen yang indah saat aku dan Bella telfonan 18 menit cuma buat nangis dan maafan. Ngga ada kata-kata lain selain "Maaf", "Aku belum bisa jadi teman yang baik buat kamu", "Aku kangen kumpul sama kalian". Itu indah.
Tapi dua puluh satuku membuat aku takut. Umurku berkurang, itu berati aku kesempatanku juga berkurang buat deket sama keluarga, sahabat, temen-temen. Karena bagaimanapun kita akan pisah, entah aku bakalan lulus, kerja di tempat yang beda, nikah atau bahkan meninggal.
Di dua puluh satu ku ini semoga semua menjadi baik-baik saja, semoga semua berjalan semestinya, dilancarkan segala urusanya. Semoga di dua puluh satuku, aku bertemu dengan orang-orang yang semestinya :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Carin

Hallo Hari ini adalah hari pertamaku membagikan tulisan sederhanaku disini. Tulisan kali ini klasik memang, karena hanya berisi perkenalan diriku saja hehe. Karena setauku peribahasa mengajarkan bahwa 'Tak kenal maka tak sayang', jadi kalian harus mengenalku terlebih dahulu agar kalian bisa menyayangiku. Dan yang barusan adalah teori yang ku buat sendiri Jadi ku mulai dari nama, nama panjangku Carina Madania. Tapi tentu kalian bisa memanggilku dengan Carin atau Carina. Bahkan tak jarang teman-temanku memanggilku dengan Car, yang mana kata 'car' sangat identik dengan mobil hmm. Tak apa, aku menganggapnya sebagai sapaan sayang (mungkin). Aku merupakan anak dari Ayah dan Ibuku, tentu saja. Menyinggung sedikit tentang Ayah dan Ibuku, aku akan memberi tahu bahwa Ayahku berasal dari kota Sidoarjo dan Ibuku berasal dari kota kelahiranku yaitu Jombang. Dari fisik dan sifat aku banyak meniru Ayahku. Ayahku memiliki sedikit keturunan arab, dan aku bersyukur karena itu menurun

Kenapa seseorang sering merendahkan orang lain?

Kenapa aku mengangkat tema ini ? Karena akupun juga masih sering merendahkan orang yang baru saja aku temui meski hanya bertemu satu kali hehe. Jadi balik lagi, kenapa kamu bahkan aku suka merendahkan orang lain? Itu karena kita melihat seseorang itu dari luar saja. Ngga bisa dipungkiri kalo emang nge-nilai seseorang dari luar itu gampang banget karena kita cuma harus ngenilai pake indera kita. Padahal kalo diliat-liat, indera kita itu cuma nangkep dari luarnya aja. Sedangkan apa yang kita lihat biasanya ngga sama kayak apa yang kita rasakan. Maksudnya, apa yang bisa kita lihat terhadap orang itu bisa aja beda sama sifat aslinya. Benerkan? Cerita dikit aja ya. Aku pernah di "rendahin" sama temen sekelas aku meski mereka kayaknya emang ga sengaja hehe. Jadi ceritanya semester tiga kemarin aku ngambil mata kuliah Pkn. Nah mata kuliah itu hanya bisa diambil kalo kita dapet IP 3,5 karena kan jatah sks-nya bakalan banyak. Nah, alhamdulillah aku bisa ngambil mata kuliah itu. D

Semua sudah jalannya

Jadi kemarin siang, aku dan temanku bernama Isyam sedang bercengkrama haha. Ngga sih, kita cuma pulang bareng setelah menemui klien untuk tugas praktikumku. Doa kan supaya praktikum berjalan dengan baik-baik saja ya. Lebih-lebih kalo seumpama bisa jadi salah satu PR di tempat praktikumku hehe. Kembali ke topik, salah satu omongan Isyam yang membuat aku berpikir lama adalah ketika ia berbagi cerita tentang orang tuanya yang sanggup memasukkan Isyam ke salah satu instansi dengan 'Jalan Belakang'. Mungkin orang yang berpikir enaknya saja akan mengiyakan keinginan itu. Namun berbeda dengan Isyam, ia dengan tegas menolak. Dan satu kalimat Isyam yang membuatku tergugah. Ia bilang, "Kenapa harus mahal-mahal buat melakukan suatu hal yang bukan takdirnya.". Ini maksudnya kalo Isyam sampe mengiyakan tawaran orang tuanya, sama saja ia dengan mengambil hak orang lain yang harusnya bisa mendapatkan kesempatan masuk ke instansi itu. Jadi bisa diambil pelajarannya kalo boleh kit